Rabu, 27 November 2013

"Urgensi Pendidikan Agama Bagi Remaja"




URGENSI PENDIDIKAN AGAMA BAGI REMAJA




D
I
S
U
S
U
N


OLEH


FITRAH AMINULLAH
NPM:
SEMESTER II






FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS AZZAHRA
BOGOR
2013

  




KATA PENGANTAR

Alhamdulillah wa syukrulillah, puji syukur atas rahmat Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan makalah yang berjudul “Urgensi Pendidikan Agama Bagi Remaja” ini. 


Makalah ini penulis susun sebagai tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan disana-sini, karenanya penulis mengharap adanya pembaharuan guna menambah wawasan agar lebih luas lagi, penulis juga mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sekalian demi sempurnanya makalah ini.


ucapan terimakasih kepada semua pihak dan berbagai sumber yang telah memberikan bantuannya hingga terselesaikannya makalah ini, besar harapan semoga makalah ini dapat memberikan sumbangan ilmu kepada kita semua khususnya dalam bidang ilmu pendidikan agama, dan semoga penulisan makalah ini mendapat ridho Allah SWT dan bermanfaat bagi kita semua aamiin yaa robbal aalamiiin.







DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
        1.1. Latar Belakang Masalah
Tujuan Penulisan 
       
BAB II PEMBAHASAN  
        2.1. Pengertian Pendidikan
        2.2. Pengertian Agama
        2.3. Definisi Remaja
                   2.3.1 Ciri-ciri remaja
                   2.3.2 Psikologi remaja
        2.4. Pentingnya pendidikan agama secara umum
        2.5. Akibat kurangnya pendidikan agama pada remaja
        2.6. Konsep pendidikan islam
        2.7. Peran pendidikan agama islam bagi remaja
        2.8. Peran pendidikan islam dalam menghadapi perkembangan teknologi
        2.9 Urgensi Pendidikan agama bagi remaja

BAB III PENUTUP
        3.1. Kesimpulan
        3.2. Saran

DAFTAR REFERENSI INTERNET 




                                                                                                       
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

salah satu tujuan penyelenggaraan pendidikan adalah untuk membentuk sikap/akhlak yang mulia sesuai ajaran agama. Oleh sebab itu diperlukan pendekatan pendidikan dan pelajaran yang membantu membentuk kepribadian/akhlak yang mulia.



sebagaimana kita ketahui bersama bahwa masa remaja adalah masa transisi dari fase kanak-kanak menuju fase dewasa, pada masa inilah mereka mulai mencoba mencari dan menemukan jati dirinya, maka dalam hal ini mereka seharusnya sudah memiliki pondasi yang kuat untuk menyadari dan memahami siapa mereka, dimana mereka dan untuk apa mereka diciptakan.


saat ini kenakalan-kenakalan remaja rasanya tidak pernah terlepas dari dimensi kehidupan kita, dan sudah bukan merupakan hal yang dianggap tabu, seperti penggunaan narkoba, tawuran pelajar, pergaulan bebas, aborsi serta tindakan-tindakan kriminal lainnya. Tentunya semua ini diakibatkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah tidak terbentuknya akhlak yang sesuai ajara islam pada remaja. Pemahaman mereka tentang agama yang seharusnya mereka dapatkan dirasa masih sangat kurang,  padahal seharusnya merekalah yang menjadi target-target utama penanaman nilai-nilai agama, agar mereka tidak menjadi orang yang merugikan diri mereka sendiri maupun orang lain.




1.2  Tujun Penulisan
                  
                   Makalah ini disusun bertujuan untuk memberikan penjelasan betapa pentingnya pendidikan agama bagi remaja, sebagai upaya untuk membentuk generasi bangsa yang berakhlakul karimah, karna kesuksesan suatu bangsa tergantung pada akhlak para pemuda/remaja zaman sekarang.




BABII

PEMBAHASAN



2.1 Pengertian Pendidikan


Pada dasarnya pengertian pendidikan ( UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 ) adalah “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.”

Menurut kamus Bahasa Indonesia, kata pendidikan berasal dari kata ‘didik’, dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik.

Secara bahasa definisi pendidikan adalah “proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan”

Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu : “Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.

Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.

Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.

Sedangkan pengertian pendidikan menurut H. Horne, adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.

Dari beberapa pengertian pendidikan menurut ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Pendidikan adalah “Bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain”.
2.2 Pengertian Agama

Pengertian agama secara etimologi adalah kata yang berarti dari bahasa sansekerta yang akar katanya adalah “A” dan “Gama”. “A” artinya tidak dan “Gama” artinya kacau, jadi agama artinya tidak kacau atau teratur, maksudnya agama adalah peraturan yang dapat membebaskan manusia dan kekacauan yang di hadapi dalam hidupnya bahkan menjelang matinya.
Sedangkan menurut terminologi agama dan religius adalah suatu tata kepercayaan atas adanya yang Agung diluar manusia, dan suatu tata penyembahan kepada yang Agung tersebut, serta suatu tata kaidah yang mengatur hubungan manusia dengan yang Agung, hub
Agama menurut  Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Émile Durkheim mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Kita sebagai umat beragama semaksimal mungkin berusaha untuk terus meningkatkan keimanan kita melalui rutinitas beribadah, mencapai rohani yang sempurna kesuciannya.
Jadi dapat kita simpulkan secara garis besarnya bahwa pendidikan agama adalah “usaha untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya agar dapat menjalankan peranannya di masa yang akan datang.


2.3 Definisi Remaja

Remaja adalah suatu tahap perkembangan pada individu, dimana ia mengalami perkembangan biologis, psikologis, moral dan agama. Ia juga merupakan pola identifikasi dari anak-anak menjadi dewasa. Dapat dikatakan juga, bahwa remaja adalah masa transisi dari periode anak ke dewasa.

Untuk memudahkan identifikasi, biasanya masa remaja, dibatasi usia tertentu.

 WHO membagi 2 tahap usia remaja :

1. Remaja awal : 10-14 tahun

2. Remaja akhir : 15-20 tahun





2.3.1 Ciri-Ciri Remaja

1.  Ciri Biologis:

Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi pertama pada remaja putri atau pun perubahan suara pada remaja putra, saat itu secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi.

Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis hormon (gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu:
1). Follicle-Stimulating Hormone (FSH) dan
2). Luteinizing Hormone (LH).
Pada anak perempuan, kedua hormon tersebut merangsang pertumbuhan estrogen dan progesterone, dua jenis hormon kewanitaan. Pada anak lelaki, Luteinizing Hormone yang juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating Hormone (ICSH) merangsang pertumbuhan testosterone. Pertumbuhan secara cepat dari hormon-hormon tersebut di atas merubah sistem biologis seorang anak.

Anak perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara mulai berkembang, dll. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, dan fisik lainnya yang berhubungan dengan tumbuhnya hormon testosterone. Bentuk fisik mereka akan berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja.

2. Ciri Psikologis

Secara umum, dari sisi psikologis seorang remaja memiliki beberapa ciri berikut:

1. Mood (suasana hati) dapat berubah sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago oleh Mihalyi Csikszentmihalyi dan Reed Larson (1984) menemukan bahwa remaja rata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luar biasa” ke “sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama.
2. Mulai muncul kesadaran akan identitas diri. Anak-anak pra-pubertas biasanya belum berpikir tentang identitas atau jati dirinya, karena mereka belum memiliki kemandirian, termasuk dalam persoalan identitas. Anak-anak mengidentifikasi dirinya dengan orang tuanya. Mungkin bisa dianggap bahwa identitas anak-anak pra-pubertas sama dengan identitas orang tuanya. Namun, ketika anak memasuki fase kedewasaan biologis (baligh/puber), ia mulai merasakan adanya tuntutan untuk mandiri, termasuk dalam persoalan identitas. Apa yang sebelumnya belum terlintas di dalam pikiran, kini mulai menjadi hal yang serius. Pertanyaan seperti ”siapa saya sebenarnya?” dan ”apa tujuan hidup saya?” mulai menuntut jawaban-jawaban yang mandiri. Inilah yang disebut (self-awareness). Oleh karena itu, pertanyaan: “Siapakah Saya?” adalah sah dan normal, karena pada masa ini kesadaran diri (self-awareness) mereka sudah mulai berkembang dan mengalami banyak sekali perubahan. Remaja mulai merasakan bahwa “ia bisa berbeda” dengan orangtuanya dan memang ada remaja yang ingin mencoba berbeda. Inipun hal yang normal karena remaja dihadapkan pada banyak pilihan. Karenanya, tidaklah mengherankan bila remaja selalu berubah dan ingin selalu mencoba, baik dalam peran sosial maupun dalam perbuatan. Contoh: anak seorang insinyur bisa saja ingin menjadi seorang dokter karena tidak mau melanjutkan atau mengikuti jejak ayahnya.

Proses “mencoba peran” ini merupakan proses pembentukan jati-diri yang sehat dan juga sangat normal. Tujuannya sangat sederhana; ia ingin menemukan jati-diri atau identitasnya sendiri. Ia tidak mau hanya menurut begitu saja keingingan orangtuanya tanpa pemikiran yang lebih jauh. Salah satu upaya lain para remaja untuk mengetahui diri mereka sendiri adalah melalui test-test psikologis, atau yang di kenal sebagai tes minat dan bakat. Test ini menyangkut tes kepribadian, tes intelegensi, dan tes minat.
3. Sangat rentan terhadap pendapat orang lain karena mereka menganggap bahwa orang lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau mengkritik diri mereka sendiri. Anggapan itu membuat remaja sangat memperhatikan diri mereka dan citra yang direfleksikan (self-image).
4. Cenderung untuk menganggap diri mereka sangat unik dan bahkan percaya keunikan mereka akan berakhir dengan kesuksesan dan ketenaran. Remaja putri akan bersolek berjam-jam di hadapan cermin karena ia percaya orang akan melirik dan tertarik pada kecantikannya, sedang remaja putra akan membayangkan dirinya dikagumi lawan jenisnya jika ia terlihat unik dan “hebat”.
5. Sering menganggap diri mereka serba mampu, sehingga seringkali mereka terlihat “tidak memikirkan akibat” dari perbuatan mereka. Tindakan impulsif sering dilakukan; sebagian karena mereka tidak sadar dan belum biasa memperhitungkan akibat jangka pendek atau jangka panjang. Remaja yang diberi kesempatan untuk mempertangung-jawabkan perbuatan mereka, akan tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih berhati-hati, lebih percaya-diri, dan mampu bertanggung-jawab. Rasa percaya diri dan rasa tanggung-jawab inilah yang sangat dibutuhkan sebagai dasar pembentukan jati-diri positif pada remaja.

 2.3.2 Psikologi remaja

Menurut Hurlock, remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun,           Monks dkk memberi batasa usia remaja adalah 12-21 tahun, sementara menurut Stanley Hall usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan remaja yang diperpendek.

Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Statement ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang.
Menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/ confussion, moratorium, foreclosure, dan identity achieved.

Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja.

Gunarsa merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu:


1. Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.
2. Ketidakstabilan emosi.
3. Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.
4. Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.
5. Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-per-

    tentangan dengan orang tuanya.

6. Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi
     semuanya.

7. Senang bereksperimentasi.
8. Senang bereksplorasi.
9. Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.
10. Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.


Berdasarkan tinjauan teori perkembangan, usia remaja adalah masa saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian. Sebagian remaja mampu mengatasi transisi ini dengan baik, namun beberapa remaja bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan sosial. Beberapa permasalahan remaja yang muncul biasanya banyak berhubungan dengan karakteristik yang ada pada diri remaja. Berikut ini dirangkum beberapa permasalahan utama yang dialami oleh remaja:

Permasalahan akibat perubahan fisik banyak dirasakan oleh remaja awal ketika mereka mengalami pubertas. Pada remaja yang sudah selesai masa pubertasnya (remaja tengah dan akhir) permasalahan fisik yang terjadi berhubungan dengan ketidakpuasan/ keprihatinan mereka terhadap keadaan fisik yang dimiliki yang biasanya tidak sesuai dengan fisik ideal yang diinginkan. Mereka juga sering membandingkan fisiknya dengan fisik orang lain ataupun idola-idola mereka. Permasalahan fisik ini sering mengakibatkan mereka kurang percaya diri. Levine & Smolak menyatakan bahwa 40-70% remaja perempuan merasakan ketidakpuasan pada dua atau lebih dari bagian tubuhnya, khususnya pada bagian pinggul, pantat, perut dan paha. Dalam sebuah penelitian survey pun ditemukan hampir 80% remaja ini mengalami ketidakpuasan dengan kondisi fisiknya.

Ketidakpuasan akan diri ini sangat erat kaitannya dengan distres emosi, pikiran yang berlebihan tentang penampilan, depresi, rendahnya harga diri, onset merokok, dan perilaku makan yang maladaptiv. Lebih lanjut, ketidakpuasan akan body image ini dapat sebagai pertanda awal munculnya gangguan makan seperti anoreksia atau bulimia.
Dalam masalah kesehatan tidak banyak remaja yang mengalami sakit kronis. Problem yang banyak terjadi adalah kurang tidur, gangguan makan, maupun penggunaan obat-obatan terlarang. Beberapa kecelakaan, bahkan kematian pada remaja penyebab terbesar adalah karakteristik mereka yang suka bereksperimentasi dan berskplorasi.

Pada saat ini apabila Anda sebagai orangtua yang memiliki anak remaja yang gampamg-gampang susah.  Remaja yang biasanya ceria, akrab dengan keluarga tiba-tiba mengucilkan diri. Kebanyakan orangtua berprasangka anaknya terjerat narkoba jika perilakunya berubah. Tapi ada faktor lain yang bisa membuat perilaku remaja tiba-tiba berubah menjadi tertutup dan mengasingkan diri dari keluarga. Masa remaja adalah periode transisi dari anak-anak ke dewasa. Remaja mulai banyak terpengaruh faktor lingkungan dan sudah memiliki sosok yang dimaunya seperti penyanyi top, politisi, tokoh agama dan lainnya.

Usia remaja adalah masa saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan dalam aspek kognitif, emosi dan sosial. Namun proses pematangan fisik pada remaja terjadi lebih cepat dari proses pematangan psikologinya. Hal ini sering menyebabkan berbagai masalah. Di sisi lain mereka tetap membutuhkan bantuan, dukungan, serta perlindungan orang tua. Orang tua sering tidak paham dengan perubahan yang terjadi pada remaja sehingga tidak jarang terjadi konflik di antara keduanya. Karena merasa tidak dimengerti remaja seringkali memperlihatkan tindakan agresif yang dapat mengarah pada perilaku berisiko tinggi.

2.4  Pentingnya Pendidikan Agama secara umum



Pendidikan merupakan salah satu alat untuk dapat membimbing seseorang menjadi orang yang baik terutama pendidikan agama yang dapat membentuk karakter akhlakul karimah bagi anak sehingga mampu memfilter mana pergaulan yang baik dan mana pergaulan yang tidak baik.

Pendidikan agama sesungguhnya pendidikan untuk pertumbuhan total seorang anak didik. Pendidikan agama ditujukan kepada penyempurnaan berbagai keluhuran budi. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang artinya: “sesungguhnya Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.”(H.R. Ahmad) 

Pendidikan agama (dalam hal ini pendidikan agama Islam)  adalah sebuah sarana atau pun furshoh untuk menyiapkan masyarakat muslim yang benar-benar mengerti tentang Islam. Disini para pendidik muslim mempunyai satu kewajiban dan tanggung jawab untuk menyampaikan ilmu yang dimilikinya kepada anak didiknya baik melalui pendidikan formal maupun non formal.
 
Pendidikan Islam berbeda dengan pendidikan yang lain. Pendidikan Islam lebih mengedepankan nilai-nilai keislaman dan tertuju pada terbentuknya manusia yang berakhlakul karimah serta taat dan tunduk kepada Allah semata. Sedangkan pendidikan selain Islam, tidak terlalu memprioritaskan pada unsur-unsur dan nilai-nilai keislaman.






2.6 Akibat kurangnya pendidikan agama pada remaja

Berdasarkan hasil survey Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Yayasan Kita dan Buah hati menunjukkan bahwa 67% siswa SD pernah mengakses pornografi melalui media komik dan internet. Survey yang dilakukan meliputi 2.818 siswa SD kelas 4-6 di Indonesia sejak Januari 2008 s/d Februari 2010. Akibat labih jauh dari minimnya pendidikan agama sejak SD, maka perilaku menyimpang di usia SMP semakin meningkat. Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak merils data bahwa 62,7% remaja putri SMP di Indonesia sudah tidak perawan. Hasil lain, ternyata 93.7% siswa SMP dan SMA pernah berciuman, 21,2% remaja SMP mengaku pernah aborsi dan 97% remaja SMP dan SMA pernah melihat film porno. Kenyataan ini seharusnya menyadarkan kita untuk membekali anak-anak usia Sekolah Dasar (SD) khususnya dengan dasar ilmu agama yang layak. Salah satu lembaga pendidikan yang cukup kompeten memberikan bekal pengetahuan agama bagi anak-anak maupun remaja diantaranya adalah MD (Madrasah Diniyah) dan TPQ (Taman Pendidikan Al-Qur’an). Namun pada kenyataannya selama ini, mayoritas orang tua yang memiliki anak usia SD maupun anak remaja memandang sebelah mata bahkan tidak peduli dengan lembaga-lembaga pendidikan agama tersebut karana menganggap tidak punya jaminan masa depan, padahal lembaga-lembaga tersebut adalah lembaga pendidikan agama Islam yang menanamkan prinsip-prinsip dasar ajaran agama Islam, namun mereka lebih mementingkan pendidikan umum bagi anak-anak mereka yang lebih mementingkan pendidikan keduniawian semata.


2.5  Konsep Pendidikan Islam

                   Menurut konsep dalam Islam, proses tarbiyah (pendidikan) mempunyai tujuan untuk melahirkan suatu generasi baru dengan segala ciri-cirinya yang unggul dan beradab. Penciptaan generasi ini dilakukan dengan penuh keikhlasan dan ketulusan yang sepenuhnya dan seutuhnya kepada Allah SWT melalui proses tarbiyah. Melalui proses tarbiyah inilah, Allah SWT telah menampilkan pribadi muslim yang merupakan uswah dan qudwah melalui Muhammad SAW. Pribadinya merupakan manifestasi dan jelmaan dari segala nilai dan norma ajaran Al-Qur’an dan sunah Rasulullah SAW.

Islam menghendaki program pendidikan yang menyeluruh, baik menyangkut aspek duniawi maupun ukhrowi. Maka hal ini, proses pendidikan sangat didukung banyak aspek, terutama guru atau pendidik, orang tua, dan juga lingkungan.


Lingkup materi pendidikan Islam secara lengkap dikemukakan oleh Heri Jauhari Muchtar dalam bukunya “Fikih Pendidikan”, sebagaimana dikutip dalam Sismanto (2008), yang menyatakan bahwa pendidikan Islam itu mencakup
 aspek-aspek sebagai berikut: 


• Pendidikan keimanan (Tarbiyatul Imaniyah)
• Pendidikan moral/akhlak ((Tarbiyatul Khuluqiyah)
• Pendidikan jasmani (Tarbiyatul Jasmaniyah)
• Pendidikan rasio (Tarbiyatul Aqliyah)
• Pendidikan kejiwaan/hati nurani (Tarbiyatulnafsiyah)
• Pendidikan sosial/kemasyarakatan (Tarbiyatul Ijtimaiyah)
• Pendidikan seksual (Tarbiyatul Syahwaniyah)



Secara umum, keseluruhan ruang lingkup materi pendidikan Islam yang tercantum di atas, dapat dibagi manjadi 3 materi pokok pembahasan. Ketiga pokok bahasan tersebut yakni; Tarbiyah Aqliyah (IQ learning), Tarbiyyah Jismiyah (Physical learning), dan Tarbiyatul Khuluqiyyah (SQ learning).

Pertama, adalah Tarbiyah Aqliyah (IQ learning). Tarbiyah aqliyah atau sering dikenal dengan istilah pendidikan rasional (intellegence question learning) merupakan pendidikan yang mengedapan kecerdasan akal. Tujuan yang diinginkan dalam pendidikan itu adalah bagaimana mendorong anak agar bisa berfikir secara logis terhadap apa yang dlihat dan diindra oleh mereka.

Kedua, Tarbiyyah Jismiyah (Physical learning). Yaitu segala kegiatan yang bersifat fisik dalam ranhgka mengembangkan aspek-aspek biologis anak tingkat daya tubuh sehingga mampu untuk melaksanakan tugas yang di berikan padanya baik secara individu ataupun sosial nantinya, dengan keyakinan bahwa dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat “al-aqlussalim fi jismissaslim“ sehingga banyak di berikan beberapa permainan oleh mereka dalam jenis pendidikan ini.


Dan ketiga, Tarbiyatul Khuluqiyyah (SQ learning) Makna tarbiyah khuluqiyyah disini di artikan sebagai konsistensi seseorang bagaimana memegang nilai kebaikan dalam situasi dan kondisi apapun dia berada seperti; kejujuran, keikhlasan, mengalah, senang bekerja dan berkarya, kebersihan, keberanian dalam membela yang benar, bersandar pada diri sendiri (tidak bersandar pada orang lain), dan begitu juga bagaimana tata cara hidup berbangsa dan bernegara.


2.7 Peran Pendidikan Agama Islam bagi Remaja

Pada dasarnya pendidikan mempunyai peran yang sangat urgen untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan suatu bangsa dan pendidikan juga dijadikan sebagai tolak ukur kemajuan suatu bangsa tersebut, sebab pendidikanlah yang mencetak sumber daya manusia, yang pada prinsipnya sebagai penggerak pada pemerintahan, selain itu juga pendidikan menjadi cermin kepribadian masyarakat.

Suatu kenyataan yang dapat dipastikan bahwa masa remaja adalah masa yang penuh dengan kegoncangan, di samping itu disadari pula bahwa remaja mempunyai potensi yang sangat besar. Oleh karena itu, remaja sangat memerlukan pembinaan. Agamalah yang dapat membantu mereka dalam mengatasi dorongan-dorongan dan keinginan-keinginan yang belum pernah mereka kenal sebelumnya yang seringkali bertentangan dengan nilai-nilai agama yang dianut oleh para orang tua atau lingkungan tempat mereka hidup. Ajaran agama Islam berintikan keyakinan (aqidah), ibadah, syariah dan akhlak yang sangat membantu dalam mengatasi kehidupan remaja yang serba kompleks. (Abd. Rahman Getteng, 1997).

Sejalan dengan berbagai fenomena pendidikan dewasa ini, sebagai akibat globalisasi yang kian merambah berbagai dimensi kehidupan, kehadiran Pendidikan Agama khususnya Agama Islam diharapkan mampu memberikan solusi terhadap berbagai persoalan-persoalan.


Pendidikan agama pada remaja ditandai oleh adanya pertimbangan sosial. Dalam   kehidupan keagamaan mereka timbul konflik antara pertimbangan moral dan material. Remaja sangat bingung menentukan pilihan itu. Karena kehidupan duniawi dipengaruhi kepentingan akan materi, maka para remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersikap materialis. Hasil penyelidikan Ernest Harms terhadap 1.789 remaja Amerika antara usia 18 – 29 tahun menunjukan bahwa 70% pemikiran remaja ditujukan bagi kepentingan : keuangan, kesejahteraan, kebahagiaan, kehormatan diri dan masalah kesenangan pribadi lainnya. Sedangkan masalah akherat dan keagamaan hanya sekitar 3,6%, masalah sosial 5.8%.

Pelaksanaan pendidikan agama yang diberikan bukan hanya menjadikan manusia yang pintar dan terampil, akan tetapi jauh daripada itu adalah untuk menjadikan manusia yang memiliki moral dan akhlakul karimah. Dengan moral dan akhlakul karimah yang dimilikinya akan mampu mengarahkan minatnya untuk terus belajar mencari ilmu.

Para ahli pendidik Islam telah sepakat bahwa maksud dari pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik, tetapi maksudnya adalah mendidik akhlak dan jiwa mereka, dengan kesopanan yang tinggi, rasa fadhilah (keutamaan), mempersiapkan mereka untuk kehidupan yang seluruhnya ikhlas dan jujur.
Pendidikan agama menawarkan perlindungan dan rasa aman, khususnya bagi anak dalam menghadapi lingkungannya.

Pada akhirnya, tujuan pendidikan Islam itu tidak terlepas dari tujuan nasional yang menciptakan manusia Indonesia seutuhnya, seimbang kehidupan duniawi dan ukhrawi. Dalam AlQur’an sudah terang dikatakan bahwa manusia itu diciptakan untuk mengabdi kepada Allah Swt. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya : “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”

                   Agama merupakan salah satu faktor pengendalian terhadap tingkah laku anak-anak dan remaja. Hal ini dapat dimengerti karena agama mewarnai kehidupan masyarakat setiap hari. Pembinaan dan bimbingan melalui pendidikan agama sangat besar pengaruhnya bagi anak sebagai alat pengontrol dari segala bentuk sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari.

2.8  Peran Pendidikan Islam dalam Menghadapi Perkembangan Teknologi


             Kemajuan teknologi yang semakin pesat telah merebut perhatian anak-anak dan remaja. Banyak dari mereka yang mempunyai rasa keingintahuan yang tinggi terhadap teknologi yang berkembang saat ini. Mereka mulai mencoba-coba teknologi tersebut. Hingga pada akhirnya mereka melupakan kewajibannya sebagai anak untuk belajar.

Seorang anak boleh saja memiliki rasa keingintahuan tentang hal yang baru. Tapi jika tidak dilandari dengan pendidikan agama yang baik memungkinkan mereka untuk mencoba hal-hal yang baru yang justru hal itu dilarang dalam agama, seperti tawuran, mengakses pornografi dan pornoaksi, narkoba, dsb.

Dalam hal ini, pendidikan agama Islam sangat dibutuhkan untuk memberikan pemahaman kepada anak-anak agar dapat membatasi diri dalam mengenal lingkungannya seperti teknologi yang berkembang saat ini. Karena jika mereka terus menerus mengikuti perkembangan zaman dan tidak dilandasi dengan agama yang kuat, kemungkinan besar akhlak yang buruk akan melekat dalam diri mereka. Maka dari itu, orang tua harus selalu mengawasi kegiatan anak-anak, baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat. Sebagai hasilnya, ketika orang tua menentukan batasan-batasan bagi anak mereka, ia sudah bisa memahami bahwa standar yang harus diikutinya itu tidak hanya merupakan keinginan-keinginan pribadinya, namun hukum-hukum Allah, yang kepadanya orang tua menjadi subjek seperti halnya dirinya sendiri.

2.9 Urgensi Pendidikan Agama Bagi Remaja

Globalisasi (mendunia) merupakan suatu proses atau tatanan yang menyebabkan seseorang, atau suatu Negara saling dihubungkan dengan masyarakat atau Negara lain akibat kemajuan teknologi komunikasi diseluruh penjuru dunia. Oleh sebab itu, dalam era globalisasi, peristiwa-peristiwa yang terjadi disuatu Negara dapat diketahui dengan cepat oleh bangsa atau Negara lain. Hubungan yang lebih bersih efektif ini menyebabkan unsur-unsur budaya asing menjadi mudah masuk kesuatu Negara.

            Unsur-unsur budaya luar itu tentu tidak semuanya baik dan cocok bagi suatu masyarakat atau negara. Unsur-unsur positif diantaranya adalah ilmu pengetahuan, cara berfikir kritis, rasional, menghargai waktu dan lain-lain.Masuknya teknologi asing ke Indonesia melahirkan berbagai kegiatan industri, baik yang padat karya maupun yang padat modal.

Pertukaran unsur positif antarnegara ini dapat memperkaya dan melengkapi suatu bangsa. Sedangkan dampak negatif dari globalisasi diantaranya adalah bergesernya norma dan nilai moral sehingga menjadi lebih lunak (bisa ditawar). Remaja adalah generasi yang sangat potensial bagi perkembangan zaman saat ini, karena pada saat ini remaja-remaja lebih cenderung kepada hal-hal yang bisa menjerusmuskan diri mereka kepada perbuatan-perbuatan yang tidak jelas.

Oleh karena itu, bagi para penggerak remaja Islam khususnya di Indonesia hendaknya bisa menangkap perkembangan arus globalisasi sekarang ini, agar bisa mengarahkan remaja-remajanya kepada hal-hal yang positif. Mungkin dengan mengadakan sebuah kajian yang sedang hangat/ngetren di dunia remaja saat ini dengan melakukan lewat pendekatan pendidikan Islam. Dengan melalui pendidikan agama Islam ini, para remaja bisa terarahkank epada hal-hal yang positif dan siap bersaing menghadapi arus globalisasi yang serba canggih ini. Karena pada masa sekarang ini jika para remaja Islam tidak dibekali oleh pendidikan agama islam maka lambat-laun generasi-generasi Islam akan meninggalkanya. 
          
Manusia adalah merupakan suatu makhluk yang mempunyai beberapa kebutuhan, baik itu kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani untuk melangsungkan hidup dan kehidupannya. Kebutuan-kebutuhan itu ada yang sifatnya apabila tidak dipenuhi bisa berpengaruh pada kehiduan. Berkenaan dengan kebutuhan jasmani dan rohani itu ada suatu kebutuhan yang yang bersifat universal atau setiap manusia mempunyai kebutuhan tersebut atau dengan kata lain suatu kebutuhan yang sudah merupakan kodrat. Kebutuhan itu adalah kebutuhan akan agama. Karena dengan adanya kebutuhan ini manusia akan mengetahui siapa dirinya sesungguhnya, dan untuk apa dia diciptakan.

            Jaman sekarang agama telah menjadi nomor kesekian untuk para remaja. Ini dibuktikan dengan para remaja kini melalaikan kewajibannya pada Allah, mereka mementingapa yang mereka inginkan saja. misalkan ketika adzan telah dikumandangkan seharusnya sebagai orang islam harus menyegerakan untuk sholat, ini disebabkan karena remaja jaman sekarang kurang memahami akan pentingnya pendidikan agama. Bagaimana bisa remaja sekarang memahami lebih tentang agama, di sekolah umum sekarang saja pelajaran agama hanya dua jam dalam seminggu, apalagi dalam kuliah saja jarang mendapatkan mata kuliah agama.

            Agama sangatlah penting untuk pedoman hidup kita, karena pendidikan agama bisa membuat kita lebih bisa menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya, karena dalam pendidikan agama berisi tentang aturan-aturan kehidupan dan pengendali dari dari perbuatan keji dan mungkar. Sutarno (2006:1.40) memberikan penjelasan bahwa “nilai-nilai keagamaan akan merupakan landasan bagi anak untuk kelak menjadi orang yang dapat mengendalikan diri terhadap hal-hal yang bersifat negatif”.

  


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

                   Pendidikan Agama sangat penting bagi remaja terutama dalam membentuk akhlak dan kepribadian mereka agar sesuai dengan tuntunan agama yang bertujuan untuk melindungi dan membentengi diri mereka dari hal-hal negatif yang dapat merusak dan membahayakan diri mereka dan menghancurkan masa depan mereka, mengingat semakin sulitnya membendung unsur-unsur negative yang dengan mudahnya masuk dalam dimensi kehidupan mereka sejalan dengan semakin cepatnya perkembangan teknologi diera globalisasi yang menuntut modernisasi seperti sekarang ini.

                   Dengan pengetahuan keagamaan mereka dapat membedakan mana yang baik mana yang buruk, mana yang dilarang dan mana yang diperintahkan, mana yang halal mana yang haram, mana yang patut diteladani dan mana yang tidak patut dicontoh.


3.2 Saran

                   Pentingnya pendidikan agama bagi remaja semakin membukakan mata kita bahwa sudah semestinya para pendidik (khususnya orang tua) agar lebih memperhatikan lagi betapa anak-anak didik kita mempunyai kebutuhan yang sangat besar terhadap pengetahuan dan pendidikan agama sebagai pondasi/dasar bagi mereka dalam membentuk kepribadian mereka yang sesungguhnya. Oleh karena itu maka sudah menjadi kewajiban kita semua untuk memenuhi kebutuhan itu dengan cara memberikan pendidikan agama sejak dini, dan agar orang tua bersikap lebih bijak dengan memilihkan tempat pendidikan yang tepat bagi anak-anak mereka agar dapat membantu dalam dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut. Dengan demikian diharapkan tidak akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terhadap anak-anak tersebut yang hanya akan menimbulkan penyesalan dimasa mendatang.


DAFTAR REFERENSI INTERNET













Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...